1970
Rio Tinto Indonesia yang dimiliki oleh Conzinc Rio Tinto Australia (CRA) mencapai sebuah kesepakatan dengan British Petroleum (BP) untuk melakukan kerjasama dalam hal kegiatan eksplorasi batu bara di Indonesia.
1978
Pemerintah Indonesia mengundang perusahaan-perusahaan asing untuk melakukan tender eksplorasi batu bara di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.
1982
PT Kaltim Prima Coal (KPC) menandatangani Perjanjian Karya Pengusahaan Batu Bara (PKP2B) dengan Perum Tambang Batu Bara, yang sekarang dikenal dengan PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (PTBA), mewakili pemerintah Indonesia. Perjanjian tersebut meliputi kegiatan eksplorasi, produksi, dan pemasaran.
1982 – 1986
KPC melaksanakan kegiatan eksplorasi kompehensif di wilayah yang dikuasakan.
1989
Kegiatan konstruksi dimulai dengan total nilai investasi sebesar US$ 570 juta.
1990
Kegiatan penambangan dimulai pada bulan Juni 1990.
1991
Pelaksanaan commissioning untuk proyek-proyek utama seperti crusher, coal preparation plant, overland conveyor, stacker, reclaimer dan shiploader. Pada tahun yang sama, KPC mulai melakukan pengapalan untuk lebih dari 2,1 juta ton batu bara.
1992
Kapasitas operasi KPC yang awalnya dirancang untuk 7 juta ton per tahun berhasil terlampaui. Pada tahun ini KPC mengapalkan lebih dari 7,3 juta ton batu bara.
2000 – 2018
PT. Bumi Resources Tbk mengakusisi saham KPC pada tahun 2003. KPC terus berkembang di mana pada tahun 2003, produksi KPC mencapai 16,4 juta ton batu bara, dan pada tahun 2018 mencapai 56,97 juta ton.
Pada tahun 2017 KPC juga telah mengoperasikan PLTU 3×18 MW dimana 1×18 MW untuk mendukung penyediaan listrik masyarakat Kutai Timur.